Sabtu, 25 Desember 2010

Hukum Rokok/Merokok

Tumbuhan yang dikenal dengan nama tembakau atau sigaret (ad dukhan atau asy-syijar) baru dikenal pada akhir abad kesepuluh Hijriyah. Dan semenjak masyarakat mengkonsumsinya sebagai bahan isapan mendorong para ulama pada jaman itu untuk mengangkatnya sebagai bahan kajian fiqih agar terjadi kejelasan hukum halal dan haramnya.

Topik ini relatif menjadi wacana yang baru sehingga belum ada ketetapan hukum syariah dari para fuqaha klasik dalam berbagai mazhab di samping belum sempurnanya gambaran tentang substansi masalah dan dampak rokok berdasarkan riset kesehatan yang akurat. Maka wajar setelah itu terjadilah perbedaan pendapat dari berbagai mazhab fiqih tentang masalah ini, sebagian berpendapat haram, sebagian berpendapat makruh, sebagian lagi mengatakan boleh (mubah) dan terutama para ulama yang terlanjur mengkonsumsinya, dan sebagian lagi tidak memberi hukum secara mutlak, tetapi menetapkan hukumnya secara rinci. Bahkan sebagian lagi dari mereka berdiam diri, tidak mau membicarakannya.

Sesungguhnya perbedaan ini timbul karena dimensi waktu yang berbeda, dan bukan karena perbedaan dalil dan alasan. Mereka memperbolehkan merokok karena belum menemukan secara pasti bahaya yang timbul akibat rokok.Dalam buku ?Fikih Kesehatan?, ?penulis Drs. Ahsin W. Alhafidz, M.A., menjelaskan bahwa hingga saat ini, belum ada fatwa yang mengharamkan ataupun menghalalkan merokok karena tidak ada petunjuk-petunjuk langsung dari Al Qur?an, hadist-hadist Nabi Muhammad saw., maupun dari pendapat mazhab yang benar-benar langsung menetapkan hukum merokok. Dalam hal ini, hukum merokok tidak dijelaskan secara langsung seperti hukum minuman keras (bir dan sejenisnya), baik bagi peminum maupun Penjual, yaitu jelas haram. Sehubungan dengan hal itu, kita dapat mengkaji firman Allah swt. dalam ayat berikut ini :

?Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi (berkurban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.? (QS. Al-Ma?idah [5]:90)

?

Namun dalam referensi yang lain, buku ?Mukjizat Kedokteran Nabi? oleh Mahir Hasan Mahmud dengan judul aslinya ?Al-Thib al-Badil, al-Tsimar wa al-A?syab al-waridat fi Al-Qur?an al-Karim wa al-Sunnah al-Nabawiyah? terkait DAMPAK BEBERAPA KEBIASAAN BURUK TERHADAP KESEHATAN MANUSIA (Minuman Memabukkan dan Merokok), Dr. Deviz, seorang ahli makanan internasional dalam bukunya berjudul ?Sajian atau Porsi Sehat? mengatakan bahwa orang-orang di Barat benar-benar sangat menyedihkan, kita bernafsu dengan minuman memabukkan dan rokok. Rokok dan khamar bukan makanan untuk manusia, bahkan keduanya adalah penyakit dahsyat.

?

Disinilah kita mendapati hukum Allah yang mengharamkan khamar sejak 14 abad yang lalu, sebelum manusia mengetahui mudharat-mudharatnya yang fatal bagi manusia. Sebagaimana telah di fatwakan oleh mayoritas ulama mengenai keharaman rokok.

Benarlah sabda Rasulullah saw., yang sangat manusiawi melalui sabdanya, ?Setiap yang memabukkan adalah haram, dan apa yang memabukkan adalah menakutkan, maka meminum sedikit pun darinya adalah haram.? (HR Abu Daud dan Tirmidzi dalam kitab ?Shahih al-Jami al-Shagir)

Meminum khamar dianalogikan dengan hukum merokok, simaklah firman Allah berikut ini, ?Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya.? (QS.[50]:37)

Dalam menetapkan haram atau makruhnya suatu perkara, hukum Islam tidak hanya berdasar pada nash (teks dalil) yang khusus menjelaskan suatu masalah. Berbagai konsideran hukum dan kaidah-kaidah umum syariah menjadi indikator penting dalam menetapkan hukum dengan menimbang mudharat dan manfaatnya. Sebenarnya kegamangan sementara kalangan untuk mengharamkan rokok karena melihat bahwa manfaat rokok sangat banyak dan hanya sedikit menimbulkan mudharat. Padahal penetapan adanya bahaya (mudharat) rokok dari aspek kesehatan diri dan lingkungan serta kadarnya bukan merupakan otoritas dan tugas ulama fiqih melainkan merupakan otoritas (kewenangan) para ahli medis dan ahli kimia karena merekalah yang paling ahli dan mengetahuinya (QS. Al-Furqon:59 dan Fathir:14).

?

* Merokok Hukumnya Mubah,

Merokok hukumnya mubah, di antara yang berpendapat (tidak ada pahala dan tidak ada dosa bagi yang merokok) ialah Syeh Imam Aly al-ajhury al-Maliky dan Syeh Imam Abdul Ghony al-Nablsy (pengarang kitab Al-Shulhu bainal Ikhwan fi Ibahati Syurbi al-Dukhon) dan Syeh Imam Mar?iy bin Yusuf al-Karmy al-Maqdisy (pengarang kitab Ghoyah al-Muntaha).

Alasannya, yang berwenang menetapkan halal atau haram segala sesuatu adalah Allah SWT dan Rasul-Nya, padahal tidak ada nash Alquran dan hadis yang secara jelas menerangkan hukum merokok. Rasulullah saw.,bersabda : ?Yang halal adalah sesuatu yang dihalalkan Allah dalam kitab-Nya dan yang haram adalah sesuatu yang diharamkan Allah dalam Kitab-Nya, sedang yang tidak disebut di (keduanya) maka dimaafkan bagimu.? (HR.Tirmidzi). Maka, hukum merokok dikembalikan kepada hukum asal. Rokok tidak memabukkan dan tidak melemaskan (tidak muskir dan tidak muftir), bahkan sebagian orang ada yang menjadi lebih bersemangat setelah merokok.

Rasulullah saw. bersabda : ?Sesungguhnya Allah telah mewajibkan sesuatu maka janganlah kamu menyia-nyiakannya dan Allah membatasi sesuatu dengan batasan maka janganlah kamu melanggarnya. Dan ia diamkan sesuatu sebagai rahmat untukmu bukan karena lupa, maka janganlah kamu bertanya tentangnya.? (HR.Ahmad)

Bahaya merokok bersifat nisbi, yakni jika ada orang yang menerima bahaya yang dipastikan karena merokok, maka haram baginya merokok, akan tetapi hukum haram itu tidak berlaku bagi semua orang, sebab ternyata tidak semua orang yang merokok mendapat bahaya, bahkan ada orang yang mendapat manfaat dari rokok.

Sebagaimana halnya madu yang menurut Alquran dan hadis merupakan obat (syifa), namun bagi orang yang berpenyakit diabet parah madu itu berbahaya, maka bagi dia madu itu haram. Akan tetapi hukum haram tersebut tidak berlaku bagi semua orang.

?

* Merokok Hukumnya Makruh

Sesuatu yang membahayakan tetapi tidak memabukkan sedang halal atau haramnya tidak dijelaskan dalam Al Qur?an dan Sunnah, maka dalam Islam disebut makruh. Oleh karena itu, para ahli hukum Islam apabilan ditanya tentang sesuatu kasus, maka mereka menjawab : ?Ini makruh, atau tidak apa-apa?. Tetapi untuk mengatakan ini halal itu haram, bagi mereka merupakan suatu yang berat.

Merokok hukumnya makruh, kebanyakan ulama dari mazhab Syafi?i dan Hanafi menyatakan bahwa merokok hukumnya makruh, dengan alasan seperti yang dikemukakan oleh yang menyatakan mubah; ditambah dengan alasan kemakruhan, yaitu merokok menyebabkan bau tidak sedap; hal itu diidentikkan dengan makruhnya bau tidak sedap karena makan bawang, hal yang tidak disukai oleh Nabi Muhammad SAW.

Oleh karena itu, maka rokok? menurut syara? dimakruhkan karena tiga hal, yaitu :

v? karena membahayakan kesehatan

v? karena melenyapkan harta tanpa faedah

v? karena merokok mendorong untuk menjadi pecandu, satu hal yang dapat membahayakan puasa atau ibadah.

?

* Merokok Hukumnya Haram

Sebagian besar ulama dunia menetapkan keharamannya melalui berbagai risalah dan buku yang ditulis mengenai hukum rokok di antaranya; Syeikh Abdul Qadir Ahmad ?Atha dalam bukunya ?Hadza Halal wa Hadza Haram? atau Dr. Yusuf Al-Qardhawi dalam berbagai tulisannya seperti di ?al-Halal wal Haram fil Islam?. Para ulama Timur Tengah khususnya Najed pada umumnya mengharamkan rokok, lebih-lebih bila yang melakukannya adalah ulama dan tokoh Islam (lihat berbagai risalah yang diterbitkan Darul Ifta? Saudi Arabia dari berbagai ulama). Syekh Muhammad Ibnu Mani?, pemuka ulama Qatar berkata di dalam catatan pinggirnya untuk kitab Ghayatul Muntaha, (II/332), sebagai berikut: ?Pendapat yang membolehkan rokok adalah pendapat orang yang ngawur sehingga tidak perlu dihiraukan. Sebab, di antara mudharat yang ditimbulkannya secara jelas ialah merusak badan, menimbulkan bau yang kurang sedap dan mengganggu orang lain, serta dapat menghambur-hamburkan harta tanpa ada gunanya. Maka janganlah Anda terpedaya oleh omongan orang-orang yang menganggapnya halal. Sebab, siapapun boleh diambil atau ditolak perkataannya?.

Di antara ulama yang secara tegas mengharamkan dan melarang merokok ialah Syekhul Islam Ahmad As-Sanhuri Al-Bahuti al Hambali, dan dari kalangan mazhab Maliki ialah Ibrahim Al-Laqqani (keduanya dari Mesir); Abdul Ghats Al Qasysy Al Maliki (dari Maroko); Najmuddin bin Badruddin bin Mufassiril Qur?an; dan Al Arabi Al Ghazzi Al?Amiri As Syafii (dari Damaskus); Ibrahim bin Jam?an dan muridnya Abu Bakar bin Al Adhal (dari Yaman); Abdul Malik Al-Ishami dan muridnya Muhammad bin ?Allamah, serta Sayyid Umar Khawajah, Isa Asy Syahwai Al Hanafi, Makki bin Faruh Al Makki, dan Sayid Sa?ad Al Balkhi Al Madani (dari Turki), Ibnu Taimiyyah dan Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz


1. Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Merokok haram hukumnya berdasarkan makna yang terindikasi dari zhahir ayat Alquran dan As-Sunah serta i'tibar (logika) yang benar. Allah berfirman (yang artinya), 'Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan.' (Al-Baqarah: 195). Maknanya, janganlah kamu melakukan sebab yang menjadi kebinasaanmu. Wajhud dilalah (aspek pendalilan) dari ayat di atas adalah merokok termasuk perbuatan yang mencampakkan diri sendiri ke dalam kebinasaan.

Sedangkan dalil dari As-Sunah adalah hadis shahih dari Rasulullah saw. bahwa beliau melarang menyia-nyiakan harta. Makna menyia-nyiakan harta adalah mengalokasikannya kepada hal-hal yang tidak bermanfaat. Sebagaimana dimaklumi bahwa mengalokasikan harta dengan membeli rokok adalah termasuk pengalokasian harta pada hal yang tidak bermanfaat, bahkan pengalokasian harta kepada hal-hal yang mengandung kemudharatan.

Dalil yang lain, bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, 'Tidak boleh (menimbulkan) bahaya dan tidak boleh pula membahayakan orang lain.' (HR. Ibnu Majah dari kitab Al-Ahkam 2340).

Jadi, menimbulkan bahaya (dharar) adalah ditiadakan (tidak berlaku) dalam syari'at, baik bahayanya terhadap badan, akal, ataupun harta. Sebagaimana dimaklumi pula bahwa merokok adalah berbahaya terhadap badan dan harta.

Adapun dalil dari i'tibar (logika) yang benar yang menunjukkan keharaman rokok adalah karena dengan perbuatan itu perokok mencampakkan dirinya ke dalam hal yang menimbukan bahaya, rasa cemas, dan keletihan jiwa. Orang yang berakal tentu tidak rela hal itu terjadi pada dirinya sendiri. Alangkah tragisnya kondisinya, dan demikian sesaknya dada si perokok bila tidak menghisapnya. Alangkah berat ia melakukan puasa dan ibadah-ibadah lainnya karena hal itu menghalagi dirinya dari merokok. Bahkan, alangkah berat dirinya berinteraksi dengan orang-orang saleh karena tidak mungkin mereka membiarkan asap rokok mengepul di hadapan mereka. Karena itu, Anda akan melihat perokok demikian tidak karuan bila duduk dan berinteraksi dengan orang-orang saleh.

Semua i'tibar itu menunjukkan bahwa merokok hukumnya diharamkan. Karena itu, nasehat saya untuk saudara-saudara kaum muslimin yang masih didera oleh kebiasaan menghisap rokok agar memohon pertolongan kepada Allah dan mengikat tekad untuk meninggalkannya. Sebab, di dalam tekad yang tulus disertai dengan memohon pertolongan kepada Allah, mengharap pahala dari-Nya dan menghindari siksaan-Nya, semua itu adalah amat membantu di dalam upaya meninggalkan hal tersebut.

Jawaban Atas Berbagai Bantahan

Jika ada orang yang berkilah, 'Sesungguhnya kami tidak menemukan nash, baik di dalam kitabullah ataupun sunah Rasulullah saw. perihal haramnya rokok.'

Maka, jawaban atas penyataan ini adalah bahwa nash-nash Alquran dan sunah terdiri dari dua jenis;

1. Jenis yang dalil-dalilnya bersifat umum seperti Adh-Dhawabith (ketentuan-ketentuan) dan kaidah-kaidah yang mencakup rincian-rincian yang banyak sekali hingga hari kiamat.

2. Jenis yang dalil-dalilnya memang diarahkan kepada suatu itu sendiri secara langsung.

Sebagai contoh untuk jenis pertama adalah ayat Alquran dan dua hadis yang kami sebutkan di atas yang menunjukkan keharaman merokok secara umum meskipun tidak diarahkan secara langsung kepadanya.

Sedangkan untuk jenis kedua, adalah seperti fiman Allah (yang artinya), 'Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (dagig hewan) yang disembelih atas nama selain Allah.' (Al-Maidah: 3).

Dan firman-Nya, 'Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya meminum khamr, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji yang termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu.' (Al-Maidah: 90).

Jadi, baik nash-nash itu termasuk jenis pertama atau kedua, ia bersifat keniscayaan (keharusan) bagi semua hamba Allah karena dari sisi pengambilan dalil mengindikasikan hal itu. (Sumber: Program Nur 'alad Darb, dari Fatwa Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, dari kitab Fatwa-Fatwa Terkini)


2. Syaikh Muhammad bin Ibrahim

Rokok haram karena di dalamnya ada racun. Al-Qur?an menyatakan, ?Dihalalkan atas mereka apa-apa yang baik, dan diharamkan atas mereka apa-apa yang buruk (kotoran).? (QS.al-A?raf: 157). Rasulullah juga melarang setiap yang memabukkan dan melemahkan, sebagaimana diriwayatkan Imam Ahmad dan Abu Dawud dari Ummu Salamah ra. Merokok juga termasuk melakukan pemborosan yang tidak bermanfaat. Selanjutnya, rokok dan bau mulut perokok bisa mengganggu orang lain, termasuk pada jamaah shalat.


3. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab

Rokok haram karena melemahkan dan memabukkan. Dalil nash tentang benda memabukkan sudah cukup jelas. Hanya saja, penjelasan tentang mabuk itu sendiri perlu penyesuaian.


4. Dr Yusuf Qardhawi

Rokok haram karena membahayakan. Demikian disebut dalam bukunya ?Halal & Haram dalam Islam?. Menurutnya, tidak boleh seseorang membuat bahaya dan membalas bahaya, sebagaimana sabda Nabi yang diriwayatkan Ahmad dan Ibnu Majah. Qardhawi menambahkan, selain berbahaya, rokok juga mengajak penikmatnya untuk buang-buang waktu dan harta. Padahal lebih baik harta itu digunakan untuk yang lebih berguna, atau diinfaqkan bila memang keluarganya tidak membutuhkan.


5. Ustadz Ahmad Sarwat Lc, Konsultasi eramuslim.com

Awalnya belum ada ulama yang mengharamkan rokok, kecuali hanya memakruhkan. Dasar pemakruhannya pun sangat berbeda dengan dasar pengharamannya di masa sekarang ini. Dahulu para ulama hanya memandang bahwa orang yang merokok itu mulutnya berbau kurang sedap. Sehingga mengganggu orang lain dalam pergaulan. Sehingga kurang disukai dan dikatakan hukumnya makruh. Sebagian kiyai di negeri kita yang punya hobi menyedot asap rokok, kalau ditanyakan tentang hukum rokok, akan menjawab bahwa rokok itu tidak haram, tetapi hanya makruh saja.

Mengapa mereka memandang demikian?

Karena literatur mereka adalah literatur klasik, ditulis beberapa ratus tahun yang lalu, di mana pengetahuan manusia tentang bahaya nikotin dan zat-zat beracun di dalam sebatang rokok masih belum nyata terlihat. Tidak ada fakta dan penelitian di masa lalu tentang bahaya sebatang rokok. Maka hukum rokok hanya sekedar makruh lantaran membuat mulut berbau kurang sedang serta mengganggu pergaulan.


Penelitian Terbaru

Seandainya para kiyai itu tidak hanya terpaku pada naskah lama dan mengikuti rekan-rekan mereka di berbagai negeri Islam yang sudah maju, tentu pandangan mereka akan berubah 180 derajat.

Apalagi bila mereka membaca penelitian terbaru tentang 200-an racun yang berbahaya yang terdapat dalam sebatang rokok, pastilah mereka akan bergidik. Dan pastilah mereka akan setuju bahwa rokok itu memberikan madharat yang sangat besar, bahkan teramat besar.

Pastilah mereka akan menerima bahwa hukum rokok itu bukan sekedar makruh lantaran mengakibatkan bau mulut, tapi mereka akan sepakat mengatakan bahwa rokok itu haram, lantaran merupakan benda mematikan yang telah merenggut jutaan nyawa manusia. Prosentase kematian disebabkan rokok adalah lebih tinggi dibandingkan

karena perang dan kecelakaan lalulintas.

Badan kesehatan dunia WHO menyebutkan bahwa di Amerika, sekitar 346 ribu orang meninggal tiap tahun dikarenakan rokok. Dan tidak kurang dari 90% dari 660 orang yang terkena penyakit kanker di salah satu rumah sakit Sanghai Cina adalah disebabkan rokok.

Penelitian juga menyebutkan bahwa 20 batang rokok per hari akan menyebabkan berkurangnya 15% hemoglobin, yakni zat asasi pembentuk darah merah.
Seandainya para kiyai mengetahui penelitian terakhir bahwa rokok mengandung kurang lebih 4.000 elemen-elemen dan setidaknya 200 di antaranya dinyatakan berbahaya bagi kesehatan, pastilah pandangan mereka akan berubah.

Racun utama pada rokok adalah tar, nikotin dan karbon monoksida. Tar adalah substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada paru-paru. Nikotin adalah zat adiktif yang mempengaruhi syaraf dan peredaran darah. Zat ini bersifat karsinogen dan mampu memicu kanker paru-paru yang mematikan. Karbon monoksida adalah zat yang mengikat hemoglobin dalam darah, membuat darah tidak mampu mengikat oksigen.

Efek racun pada rokok ini membuat pengisap asap rokok mengalami resiko14 kali lebih besar terkena kanker paru-paru, mulut, dan tenggorokan dari pada mereka yang tidak menghisapnya. Penghisap rokok juga punya kemungkinan4 kali lebh besar untuk terkena kanker esophagus dari mereka yang tidak menghisapnya. Penghisap rokok juga beresiko 2 kali lebih besar terkena serangan jantung dari pada mereka yang tidak menghisapnya. Rokok juga meningkatkan resiko kefatalan bagi penderita pneumonia dan gagal jantung serta tekanan darah tinggi. Menggunakan rokok dengan kadar nikotin rendah tidak akan membantu, karena untuk mengikuti kebutuhan akan zat adiktif itu, perokok cenderung menyedot asap rokok secara lebih keras, lebih dalam, dan lebih lama. Tidak ada satu pun orang yang bisa menyangkal semua fakta di atas, karena merupakan hasil penelitian ilmiyah. Bahkan perusahaan rokok poun mengiyakan hal tersebut, dan menuliskan pada kemasannya kalimat berikut:

MEROKOK DAPAT MENYEBABKAN SERANGAN JANTUNG, IMPOTENSI DAN GANGUGAN KEHAMILAN DAN JANIN.

Kalau produsen rokok sendiri sudah menyatakan bahaya produknya berbahaya dan mendatangkan penyakit, bagaimana mungkin konsumen masih mau mengingkarinya?


6. Imam Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla (VII/503) menetapkan haramnya memakan sesuatu yang menimbulkan mudharat berdasarkan nash umum. Beliau mengatakan bahwa segala sesuatu yang membahayakan adalah haram berdasarkan sabda Nabi saw: ?Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat baik kepada segala sesuatu?. Maka menurutnya, barangsiapa yang menimbulkan mudharat pada dirinya sendiri dan pada orang lain berarti ia tidak berbuat baik; dan barangsiapa yang tidak berbuat baik berarti menentang perintah Allah untuk berbuat baik kepada segala sesuatu itu.?

Merokok sebenarnya dapat dikategorikan perbuatan isrof yang diharamkan Islam, sebab menurut Imam Ibnu Hazm yang dimaksud isrof itu adalah dapat berupa: menafkahkan harta untuk sesuatu yang diharamkan Allah swt sedikit maupun banyak; berbuat boros pada sesuatu yang tidak diperlukan, yang menghabiskan kekayaannya; menghambur-hamburkan harta secara sia-sia, meskipun dalam jumlah kecil. Allah berfirman:??dan janganlah kamu berlebih-lebihan (israf). Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.? (QS. Al An?am:141)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar